Rimanews – Kementerian Sosial mendorong adanya sertifikasi bagi pekerja posial dalam penanggulangan bencana. Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial RI Harry Hikmat menjelaskan, peningkatan kemampuan pekerja sosial diperlukan untuk meningkatkan efektivitas bantuan sosial dan pemulihan psikososial masyarakat yang terpapar bencana.
“Kemampuan dan ketangkasan para pekerja sosial mesti ditingkatkan untuk menjawab perkembangan permasalahan sosial di masyarakat. Kita mesti mengikuti perkembangan pendekatan, metode dan teknik teknik dalam menyelesaikan masalah sosial berbasis ilmu Pekerjaan Sosial, tidak bisa menggunakan cara cara konvensional,” kata Harry Hikmat dalam keterangan persnya, hari ini.
Harry mengaku akan menggandeng Pujiono Learning Centre Yogyakarta dalam meningkatkan kemampuan Pekerja Sosial dan taruna siaga bencana atau (Tagana) di seluruh Indonesia. Kerjasama ini berupa peningkatan standar kompetensi Pekerja Sosial dab Relawan Sosial dalam penanggulangan bencana termasuk dan membangun sistem sertifikasi serta lisensi praktik pekerjaan sosial dalam penanggulangan bencana.
“Jika semua terlaksana dengan baik maka pemerintah akan mempunyai Pekerja Sosial yang mempunyai spesialisasi penanganan korban bencana disamping masalah sosial lainnya,” tambah Harry.
Saat ini Program Studi Pekerjaan Sosial dengan Kebencanaan sudah ada di STKS Bandung, namun baru tahun kedua. Kemensos, kata Harry, butuh percepatan peningkatan kompetensi Pekerja Sosial. Paling tidak satu kab/kota ada 50 Peksos Ahli Penanggulangan Bencana, sehingga butuh sekitar 25.000 Peksos sampai tahun 2019.
Kebutuhan ini merujuk pada Indonesia sebagai negara yang rawan bencana dan dibutuhkan kehadiran pekerja sosial yang tanggap. Tercatat, pada tahun 2016 lalu sebanyak lebih dari 1,3 juta korban bencana alam membutuhkan penanganan layanan dukungan psikososial.
“Tahun ini dengan adanya iklim yang tidak menentu tentunya dikhawatirkan lebih banyak korban lagi yang harus kita tangani,” tegas Harry.
Selain meningkatkan kemampuan pekerja sosial, Kemensos juga akan terus berupaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk ikut terlibat aktif dalam menangani masalah sosial dilingkungan mereka seperti pembentukan Kampung Siaga Bencana.
“Peran aktif masyarakat seperti Tagana yang saat ini telah menjadi andalan pemerintah dalam penanggulangan bencana dan Pekerja Sosial akan hadir bersama Tagana dalam menyelesaikan persoalan secara cepat dan profesional,” lanjut Harry.
Saat Ulang Tahun Tagana ke-13 di Kepulauan Seribu, Maret lalu, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa juga mewanti-wanti personel Tagana menerapkan manajemen hulu dan hilir untuk meningkatkan kepekaan dan kepedulian terhadap upaya pencegahan bencana.
Khofifah menjelaskan, Tagana sudah sangat terlatih dalam penanggulangan bencana, namun mereka juga harus memperkuat kepedulian dalam pencegahan bencana. “Jadi dari hulu mereka sudah terlibat, misalnya dalam hal kepedulian terhadap lingkungan. Untuk pencegahan kita bisa tanam mangrove, tanam terumbu karang, tanam pohon sebanyak-banyaknya sehingga hutan tidak gundul dan laut tidak abrasi,” kata Mensos.
Sebab, menurut Mensos, sebelum bencana terjadi ada upaya-upaya pencegahan yang dapat dilakukan, di antaranya bakti sosial dengan cara menanam pohon, menanam rumput laut, terumbu karang, membersihkan lingkungan, dan lain-lain.
“Ini semata-mata agar kita juga mengambil langkah preventif di hulunya. Hulunya adalah rusaknya lingkungan dan daya dukung alam,” kata Khofifah.
“Tagana harus konsisten membantu dalam upaya pencegahan dari hulu. Ini karena kerusakan alam sudah sedemikian serius. Maka saya imbau lakukan semampunya upaya pencegahan dari hulu ke hilir. Mungkin koordinatornya bisa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tapi Tagana bisa turut mendukungnya dari lingkum terkecil, dari Kampung Siaga Bencana misalnya,” terang Mensos.
Sumber: http://rimanews.com/nasional/peristiwa/read/20170605/325700/Relawan-tanggap-bencana-harus-bersertifikasi