Past humanitarian reform agendas have continually emphasised the need for humanitarian response to be locally owned. But for two decades, attempts to systematically elevate the representation, participation, and power of local actors have fallen short; donor governments still have an incentive to channel their funding through large international organizations. Continue reading
Category Archives: Kliping Berita
SEJAJAR Temui Gustu Covid-19 Perangi Hoax Terkait Corona
MALUKUnews, Ambon: Lembaga-lembaga kemanusiaan yang tergabung dalam Sekretariat Antar Jaringan (SEJAJAR) menemui Ketua Harian Gugus Tugas (Gustu) Percepatan Penanganan Covid-19, Kasrul Selang di kator gubernur Maluku, Selasa (16/06).
Pertemuan SEJAJAR dengan Gustu Covid-19 Maluku ini dalam rangka membahas terkait penaganan Covid-19 di Maluku.
Sekretaris Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC), Muhammad Tahir Kilwo, yang tergabung dalam SEJAJAR, dalam rilisnya yang diterima Malukunews.co, mengatakan, pertemuan bersama Gustu Covid-19 Maluku itu, banyak hal yang diperbincangkan terkait penanganan virus corona di Maluku.
“ Pak Kasrul juga minta agar kami dari SEJAJAR bisa mengambil peran untuk sama-sama saling membantu melawan informasi hoax terkait Covid-19. Yaitu dengan banyak memberikan edukasi dan kesadaran kepada masyarakat secara umum,” ujar Tahir yang juga adalah Ketua Bidang Antar Lembaga Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Maluku ini. (Qin)
Sumber: MalukuNews.co
SEJAJAR Serahkan Data Bantuan Sosial Tak Tepat Sasaran ke DPRD Kota Kendari
Kendari, Inilahsultra.com – SEJAJAR Sulawesi Tenggara menyambangi Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Kendari untuk memberikan data aduan masyarakat di beberapa kelurahan terkait penyaluran bantuan sosial.
SEJAJAR Sultra telah melakukan advokasi dengan membuka posko pengaduan terkait penyaluran bantuan sosial khususnya di Kota Kendari. Sesuai dengan salah satu tujuan dibentuknya SEJAJAR Sultra merespon pendemi covid-19 di Sulawesi Tenggara.
Sejajar Sultra telah mengumpukan 190 aduan langsung yang diberikan masyarakat. Aduan tersebut terdiri dari 150 aduan terkait permasalahan bantuan sosial yang pendataannya tidak netral dan penerima bantuan sosial yang tidak tepat sasaran. Selanjutnya 40 aduan terkait Pemutusan Hubungan Kerja masyarakat yang tidak mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja.
Temuan di lapangan termuat dalam aduan-aduan masyarakat yakni;
Pertama masyarakat yang kehilangan sumber penghasilan pada masa pandemi covid-19 tidak mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja. Pemutusan hubungan kerja dilakukan secara sepihak tanpa disertai pesangon sebagai hak para pekerja.
“Kedua, penyaluran bantuan sosial tidak merata. Hal tersebut ditandai dengan adanya masyarakat yang tidak mendapatkan bantuan dalam bentuk apapun,” bebernya.
Ketiga, pengelolaan dan penyaluran bantuan sosial oleh Pemerintah Kota Kendari sebagai pengaman jaring sosial masyarakat tidak transparan. Sebab kuota penerima bantuan sosial serta dana recofusing dan relokasi anggaran penanganan Covid-19 Kota Kendari tidak pernah diperlihatkan kepada publik.
Keempat, beberapa bantuan sosial yang sudah tersalurkan dalam bentuk sembako disalurkan hanya satu kali dalam jangka waktu selama pandemi covid-19.
“Kami tidak memungkiri bila pemerintah telah memberikan bantuan kepada masyarakat berupa paket sembako, baik dari pemerintah pusat atau daerah. Namun kami menilai pembagian sembako di lapangan sebagai hak setiap masyarakat untuk mendapatkannya belum tepat sasaran dan merata. Tindakan Pemerintah tampak lambat dan gagap dalam merespon permasalahan-permasalahan yang terjadi,” ujarnya.
Olehnya itu, SEJAJAR Sultra meminta Pemerintah Kota Kendari untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat di saat pandemi Covid-19. Kebutuhan dasar yang menjadi hak masyarakat harus dijamin oleh Pemerintah Kota agar terealisasi secara merata dan adil.
Sebagai lembaga yang mengawasi kerja-kerja pemerintah (eksekutif) maka dengan ini mereka meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari untuk menelaah dan menindaklanjuti data-data aduan yang telah mereka masukan.
Mereka juga turut meminta agar DPRD Kota Kendari merekomendasikan hal-hal yang terurai dibawah ini kepada Pemerintah Kota Kendari yakni, pendataan ulang bantuan sosial khususnya di Kota Kendari yang melibatkan multi pihak mulai dari RT, RW, lurah, kelompok kepentingan seperti tokoh masyarakat, perempuan, janda, nelayan dan organisasi masyarakat sipil.
Kemudian, pembuatan sistem database terpadu meliputi data kependudukan dan data kemiskinan dari tingkat kelurahan sampai tingkat kota yang terupdate sekali seminggu, sehingga Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang disetor ke Kementerian Sosial tidak amburadul seperti sekarang ini.
Mengganti aparat pemerintahan yang mempermainkan data bantuan sosial, demi mengurangi kecemburuan sosial warga di masa bencana pandemi corona virus.
Data penerima bantuan sosial harus dibuka ke publik dan ditempel di setiap kelurahan termasuk sumber bantuan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Pemerintah Kota Kendari serta Corporat Social Responbility (CSR);
“Dana anggaran bantuan sosial harus transparan terutama yang bersumber dari APBN Pemerintah Pusat, APBD Provinsi Sulawesi Tenggara dan APBD Kota Kendari,” pungkasnya.
Sumber: Inilahsultra.com
Pengamat: Kelompok rentan perlu perhatian dalam adaptasi normal baru
Jakarta (ANTARA) – Kelompok rentan perlu menjadi perhatian dalam adaptasi normal baru yang dilakukan untuk hidup di saat pandemi COVID-19 masih berlangsung, kata Dr. Puji Pujiono, MSW dari Sekretariat Jaringan antar-Jaringan OSM/LSM (S=JAJAR).
“Mereka biasanya tidak masuk dalam ekonomi mainstream dan mereka tergantung pada sektor informal dan mereka menjadi anggota dari masyarakat yang secara kolektif kalau terjadi krisis merasakan dampaknya lebih berat dan awal dari yang lainnya,” kata dia dalam diskusi tentang normal baru yang diadakan oleh AJI Indonesia di Jakarta, Rabu.
Selain itu, masyarakat prasejahtera yang tinggal di dalam lingkungan kumuh itu juga merupakan bagian dari kelompok rentan. Menurut dia, banyak dari mereka yang tidak mampu menjalankan seluruh protokol kesehatan yang diimbau oleh pemerintah, seperti menjaga jarak, karena kondisi tempat tinggal tidak memungkinkan.
Selain itu, masyarakat dari kelompok rentan tersebut biasanya memiliki akses tidak memadai ke layanan sosial, adanya keterbatasan kemampuan untuk beradaptasi dan terbatas atau bahkan tidak mempunyai akses ke teknologi.
“Karena keterbatasan dan keterpinggiran itu mereka juga mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan new normal (normal baru) yang disebutkan pemerintah,” kata dia.
Untuk melindungi mereka dalam adaptasi normal baru, kelompok rentan itu perlu digandeng agar ikut serta dalam perencanaan, pemberlakuan dan evaluasi berbagai langkah yang diambil pemerintah baik pusat maupun daerah sampai ke tingkat desa.
Selain itu, perlu diperluas akses terhadap proses dan layanan publik untuk anggota kelompok tersebut, kata Puji.
Sumber: Antaranews.com
SEJAJAR Sultra Ungkap Berbagai Masalah Bansos Covid-19 di Kota Kendari
Kendari, Inilahsultra.com – SEJAJAR Sulawesi Tenggara mengungkap adanya masalah bantuan sosial (bansos) Covid-19 di Kota Kendari yang tak tepat sasaran.
SEJAJAR Sultra adalah Koalisi masyarakat sipil yang terdiri 20 lembaga yang berbasis di 12 kabupaten/kota, 33 kecamatan dan 111 desa se Sulawesi Tenggara. Koalisi ini terbentuk dalam merespon pendemi covid-19 di Sulawesi Tenggara.
“Kami membuka pengaduan terkait bantuan sosial dan pemutusan hubungan kerja (PHK) Se Sulawesi Tenggara. Untuk kota Kendari kurang lebih 100 pengaduan, 62 kasus pengaduan bantuan sosial dan 38 kasus pengaduan korban pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan,” kata La Ode Dzul Fijar dari SEJAJAR Sultra, Kamis 4 Juni 2020.
Ia menyebut, pengaduan khusus bantuan sosial di Kota Kendari rata-rata berasal dari 10 Kelurahan yakni Kadia, Tononggeu, Sambuli, Talia, Purirano, Baruga, Kendari Caddi, Kemaraya, Punggaloba dan Kadia. Adapun profesi yang mengadu kebanyakan buruh bangunan, nelayan, buruh pabrik ikan serta pekerja informal lainnya, dengan penghasil rata-rata Rp 500.000 sampai Rp 1.000.000 per bulan dan Rp 1.100.000 sampai Rp 1.500.000 per bulan.
Adapun jenis pengaduan Warga Kota Kendari yakni pertama, Pendata yang tidak netral. Kasus pertama, RT dan lurah yang terkadang melakukan pendataan dengan memilih warga berdasarkan pendekatan kekeluargaan dan garis politik.
Kasus Kedua, pendata mengambil hak warga seperti kasus bantuan PKH tidak sampai dengan warga, kasus terjadi di Punggaloba Kendari Barat. Kasus Ketiga, konflik kepentingan antara pendata dengan pihak lurah.
“Contoh misalnya suami sebagai lurah dan istri sebagai pendata bansos yang di-SK-kan oleh pemerintah daerah,” katanya.
Kedua, data penerima bantuan sosial yang salah sasaran karena tidak update. Contoh kasus ada warga yang terdata sebagai penerima bantuan sosial yang sudah meninggal dunia, orang kaya, penerimaan dobel antara suami dan istri.
Ketiga, kuota penerima bantuan sosial yang tidak transparan, misalnya penerima bansos yang disetujui pemerintah pusat menurut Dinas Sosial Kota Kendari hanya 10.000 KK. Kalau dibagi rata di 64 Kelurahan, maka tiap kelurahan akan mendapatkan kuota 156 Kepala Keluarga tiap kelurahan dan ternyata penerima jauh dari harapan, terutama di wilayah tempat warga, rata-rata penerima bansos hanya 30-50 kk per kelurahan.
Begitupun penerima PKH untuk Kota Kendari sebesar 7.209 KK, kalau dibagi rata ke setiap kelurahan, maka akan mendapatkan kuota 112 KK per kelurahan. Cukup dengan bantuan ini sudah menutupi 17.209 KK se kota Kendari.
“Bansos itu belum termasuk dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Pemerintah Kota Kendari seharusnya dibuka ke publik,” bebernya.
Keempat, dana recofusing dan relokasi anggaran penanganan Covid-19 untuk bantuan sosial korban terdampak covid-19 di Kota Kendari harus terbuka ke publik. Jumlah anggaran dari APBD Provinsi Sulawesi Tenggara dan Pemerintah Kota Kendari juga harus memperjelas jumlah anggaran yang akan disalurkan dan berapa kuota penerima dari masing-masing pihak.
“Untuk itu kami dari Sejajar Sulawesi Tenggara merekomendasikan pendataan ulang bantuan sosial khususnya di Kota Kendari yang melibatkan multipihak mulai dari RT, RW, lurah, kelompok kepentingan seperti tokoh masyarakat, perempuan, janda, nelayan dan organisasi masyarakat sipil,” jelasnya.
Ia juga mengusulkan pembuatan sistem database terpadu meliputi data kependudukan dan data kemiskinan dari tingkat kelurahan sampai tingkat kota yang terupdate sekali seminggu, sehingga Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang disetor ke Kementerian Sosial tidak amburadul seperti sekarang ini.
Kemudian, ia juga meminta agar mengganti aparat pemerintahan yang mempermainkan data bantuan sosial, demi mengurangi kecemburuan sosial warga di masa bencana pendemi corona virus saat ini.
“Data penerima bantuan sosial harus dibuka ke publik dan ditempel di setiap kelurahan termasuk sumber bantuan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Pemerintah Kota Kendari serta Corporat Social Responbility (CSR). Dana bantuan sosial harus transparan terutama yang bersumber dari APBN Pemerintah Pusat, APBD Provinsi Sulawesi Tenggara dan APBD Kota Kendari,” pungkasnya.
Sumber: Inilahsultra.com