YOGYAKARTA, PUCEN | Suasana hening dan syahdu di Dusun Karanglo pada Sabtu (6/5) malam dipecahkan oleh bunyi, irama musik dan nyanyian biduan/biduanita keroncong dari sebuah rumah yang baru saja berdiri. Musik mendayu-dayu dari Grup Keroncong Sumber Laras ini segera saja mengundang para warga Dusun Karanglo untuk menghadiri dan memenuhi Joglo Ervi Pujiono, baik para orang tua, orang-orang dewasa, maupun anak-anak yang diajak oleh bapak-ibunya. Grup Musik Keroncong Sumber Laras dari Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah sedang tampil secara langsung untuk menghibur para peserta dan warga Dusun Karanglo setelah acara peluncuran Rumah Kajian Ervi Pujiono siang harinya.
Rumah Kajian Ervi Pujiono (E-Pujiono Learning House) adalah salah satu bidang/divisi Pusat Kajian Pujiono (Pujiono Centre, disingkat PUCEN) yang berfungsi sebagai sarana pembelajaran dalam pelaksanaan “Manajemen Pengetahuan tentang Ketangguhan Bencana dan Adaptasi Perubahan Iklim”. Orientasi Rumah Kajian Ervi Pujiono ini berkisar pada penanggulangan bencana, pengurangan risiko, dan adaptasi perubahan iklim. Rumah Kajian Ervi Pujiono ini dimaknai sebagai rumah belajar dan mewadahi PUCEN sebagai tempat untuk belajar.
Grup Musik Keroncong Sumber Laras dari Desa Sumber ini merupakan satu contoh ketangguhan dari masyarakat desa yang tinggal di kawasan rawan bencana. Seluruh kru grup keroncong ini berasal dari Desa Sumber. Dalam keseharian mereka ada yang menjadi petani, seniman, pengusaha, dan lain-lain. Mereka tidak hanya berpangku tangan saja atau berkeluh-kesah karena berada langsung berada di bawah ancaman erupsi dan lahar dingin Gunung Merapi.
Tetua Grup Keroncong Sumber Laras, Marsandi (74 tahun)* mengatakan saat memulai pentas, “Kami merasa senang mendapatkan kesempatan pentas keroncong di lembaga Pujiono Centre, di samping kelompok keroncong kami semakin dikenal, saya pribadi juga dapat mempromosikan alat-alat musik bikinan saya sendiri karena sebagian alat yang dipakai di pementasan ini adalah buatan saya.”
Pak Marsandi** memang seniman serba bisa, di samping trampil memainkan berbagai instrumen musik, beliau juga trampil membuat sendiri berbagai alat musik tersebut. Karya beliau antara lain seperti biola, gitar, cello, dan peralatan kesenian lainnya. Semua karya itu dikerjakan dengan tangan saja (hand made) dan tidak ada bantuan peralatan mekanis, misalkan untuk mengerjakan sebuah cello memakan waktu sekitar 1 s/d 1,5 bulan. Biola cantik karya Pak Marsandi*** yang kualitasnya tidak kalah dengan biola buatan pabrik cukup murah harganya, yaitu Rp800.000,-. Satu stel pakaian kuda lumping diberi harga Rp2.500.000,-.
Para pemirsa pagelaran keroncong ini juga dapat meminta lagu atau bernyanyi bersama. Tercatat sebagai penyanyi “dadakan” adalah Bambang Sasongko, Agatia Wenny, Ita Siregar, Bu Tini, dan Pak Puji. Ternyata Bambang Sasongko, Agatia Wenny dan Ita Siregar mempunyai bakat tersembunyi sebagai penyanyi keroncong dengan suaranya yang merdu merayu. Sementara itu Bu Tini dan Pak Puji menyanyi ala campursari.
Pada saat pagelaran musik keroncong ini juga disajikan angkringan nasi kucing (sego kucing) dan angkringan ronde, sebuah angkringan khas dengan makanan, jajanan dan minuman yang sangat khas. Sajian musik keroncong dan angkringan sego kucing adalah sangat pas bagi suasana malam hari yang teduh, nyaman, dan hening di sebuah dusun di pinggiran kota Yogyakarta. Menurut istilah warga Karanglo, sajian ini adalah sangat “gandem marem” atau kalau dalam istilah anak-anak muda di jaman media sosial ini adalah “top markotop”. Acungan jempol untuk seluruh kru Grup Keroncong Sumber Laras. (dp)
Sumber bacaan:
*Keroncong “Sumber Laras” ikut meriahkan Launching e-Pujiono di Sleman. http://desasumber.magelangkab.go.id/index.php/first/artikel/182. Diakses pada 13 Mei 2017.
**Pengrajin alat Musik dari Desa Sumber. https://www.youtube.com/watch?v=7ykrUErVQA0. Diakses pada 13 Mei 2017.
***BIOLA CANTIK PRODUKSI DESA SUMBER. http://desasumber.magelangkab.go.id/index.php/first/artikel/111. Diakses pada 13 Mei 2017.
Grup Keroncong Sumber Laras: Wujud Ketangguhan Masyarakat Desa Lereng Gunung Merapi, Sabtu, 13 Mei 2017, 11.00 WIB. Ditulis oleh Djuni Pristiyanto – pujionocentre.org